Menyinggung penggunaan Media Komunikasi Audio Visual Jarak Jauh dalam Proses Mediasi di Pengadilan

 Menyinggung penggunaan Media Komunikasi Audio Visual Jarak Jauh dalam Proses Mediasi di Pengadilan

 

Illustrasi

Oleh : Muhammad Naufal Taftazani, S.H.

 

Sekilas Tentang Medasi

Terwujudnya Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia secara umum dan secara khusus bagi para pencari keadilan yang sedang bersengketa adalah  merupakan salah satu landasan dan cita-cita penyelenggaraan sistem Peradilan di Indonesia.

Untuk meewujudkan tujuan tersebut dapat ditempuh melalui dua cara mekanisme penyelesaian sengketa yaitu Ajudikasi dan Non Ajudikasi. Ajudikasi Penyelesaian sengketa dilaksanakan melalui sistem Pengadilan atau sering disebut Litigasi, sedangkan untuk diluar Pengadilan melalui Arbitrase atau sering disebut dengan Non Litigasi. Sedangkan untuk Non Ajudikasi terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa diantaranya Negosiasi dan Mediasi.

Kamus besar bahasa Indonesia menerangkan makna kata mediasi yaitu proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Hal ini kemudian berhubungan dengan asal muasal kata ‘Mediasi’ itu sendiri bermakna ‘ditengah’ yang diambil dari sumber bahasa Latin ‘medius’atau ‘medium’ sehingga arti pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam kamus besar bahasa Indonesia harus diartikan pihak ketiga sebagai penengah, yaitu yang tidak berpihak pada salah satu pihak yang bersengketa.


Mediasi sebagai Upaya mencapai Win-Win Solution

Meskipun sudah ada penyelesaian sengketa secara Litigasi penggunaan upaya mediasi masih lebih diutamakan. Sebab Penyelesaian Sengketa jika melalui Pengadilan akan menghabiskan waktu yang sangat lama dan berbiaya cenderung mahal.

Pelaksanaan Mediasi dilakukan  terlebih dahulu (sebelum proses litigasi) dikarenakan dianggap sebagai cara penyelesaian sengketa yang dapat menciptakan kedamaian pada pihak-pihak yang bersengketa, sebab tidak sedikit juga proses mediasi dapat memperlancar komunikasi antar para pihak yang mengalami deadlock-komunikasi kemudian justru dapat memberikan penyelesaian yang win-win solution dan mendekati keadilan tidak seperti penyelesaian melalui litigasi yang cenderung memenangkan satu pihak dan mengalahkan pihak lainnya.

 

Penerapan Mediasi sebagai proses Pra-Litigasi

Bahwa pengaturan tentang Mediasi dalam sistem peradilan di Indonesia di Indonesia sudah ada sejak tahun 1927 (zaman hindia belanda) yaitu dengan berlandaskan Pasal 154 Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227), kemudian juga terdapat pada Pasal 130 Reglemen Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44). Kedua Aturan tersebut adalah cikal bakal penerapan Mediasi yang dimasukkan sebagai tahapan pra / sebelum proses pemeriksaan di lembaga Peradilan atau Litigasi bahkan saat ini Mediasi menjadi suatu tahapan yang tidak bisa dilewati / sebagai kewajiban sebelum proses Litigasi dimulai.


Perihal Kewajiban Mengikuti Proses Mediasi oleh Para Pihak dan Penggunaan Media Komunikasi Audio Visual Jarak Jauh dalam Proses Mediasi

Bahwa dalam penerapannya sebagaimana diatur sebelumnya pada Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 terdapat suatu permasalahan sebagaimana diatur dalam Pasal 2  ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 berbunyi :

(2) Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini. (3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Sebelumnya pasal diatas seringkali diartikan bahwa kewajiban mengikuti prosedur mediasi haruslah diartikan sebagai suatu kehadiran yang bersifat ‘fisik’. Padahal kewajiban kehadiran pihak dalam mediasi yang bersifat fisik tersebut seringkali malah menjadi hambatan dalam penyelesaian perkara secara keseluruhan sebab hal-hal yang bersifat teknis dalam penyelesaian perkara juga mempengaruhi mampu atau tidaknya para pihak menjalankan pasal tersebut, salah satunya adalah kondisi geografis dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan yang sangat luas. Sedangkan untuk saat ini, seiring dengan pesatnya infrastruktur teknologi sudah memungkinkan komunikasi jarak jauh dengan cara audio visual atau yang disebut Video Call.

Atas dasar tersebut pada tanggal 03 Februari 2016 diterbitkanlah aturan pengganti dari Peraturan Mahakamah Agung tersebut yaitu Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Pengadilan yang mana dalam Pasal 5 (3) Perma tersebut mengatur  :

“(3) Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan.”

Hal ini ditegaskan juga pada Pasal 6 (1)  dan ayat (2) pada Perma No. 01 Tahun 2016 yang berbunyi :

“(1) Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. (2) Kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dianggap sebagai kehadiran langsung”

Adapun menurut hemat penulis, meskipun peraturan ini telah diundangkan pada tahun 2016, bahkan sampai saat ini kita sangat jarang melihat penerapan proses mediasi dengan kehadiran secara Audio Visual pada proses mediasi, padahal berdasarkan Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (3) Perma No. 01 Tahun 2016 telah memberikan suatu penegasan bahwa proses mediasi melalui media komunikasi audio visual jarak jauh atau kehadiran 'non fisik' dianggap sama nilainya sebagai kehadiran langsung.

Selain itu penggunaan media komunikasi audio visual jarak jauh dalam system peradilan semakin diperkuat dengan diundangkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, sebagaiamana diatur dalam Pasal 24 yang pada intinya mengatur bahwa para pihak dapat melaksanakan acara pemeriksaan keterangan saksi dan atau ahli secara jarak jauh dengan media komunikasi audio visual dengan kesepakatan para pihak. Namun dengan catatan Penggugat menanggung biaya yang timbul diluar penggunaan infrastruktur pengadilan.

Pengaturan penggunaan media komunikasi audio visual jarak jauh adalah sangat mempermudah proses persidangan namun hal ini juga harus diimbangi dengan pemerataan infrastruktur dan teknologi agar benar-benar dapat dimanfaatkan diseluruh wilayah Republik Indonesia. Sehingga menurut hemat kami tidak ada urgensi lagi dari Majelis Hakim agar memaksa / mewajibkan pihak yang bersengketa untuk hadir secara fisik apapun alasannya.

 

Referensi :

Astarini, Dwi Rezki Sri,Dr. S.H., M.H. (2020) , Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Berbiaya Ringan. Bandung :  PT. ALUMNI.

Haq, Hilman Syarial, S.H., L.L.M, (2020), Mediasi Komunitas Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Klaten : Penerbit Lakeisha.

Bimasakti, Muhammad Adiguna, Dkk. (2020), Hukum Acara Peradilan Elektronik Pada Peradilan Tata Usaha Negara. TUBAN : Spasi Media Publishing.

Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2008), Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Jakarta.

Mahkamah Agung Republik Indonesia . (2016), Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 01 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Jakarta.